Ketika ada orang meninggal dunia, umat Islam di Indonesia mengadakan tradisi Tahlilan dan doa bersama bagi orang Muslim. Tahlilan dan doa bersama tersebut sangat bermanfaat, berdasarkan banyak dalil, antara lain hadits berikut ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلأَنْصَارِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ حِينَ تُوُفِّيَ، قَالَ: فَلَمَّا صَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَسُوِّيَ عَلَيْهِ، سَبَّحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَبَّحْنَا طَوِيلاً، ثُمَّ كَبَّرَ فَكَبَّرْنَا، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَ سَبَّحْتَ؟ ثُمَّ كَبَّرْتَ؟ قَالَ: " لَقَدْ تَضَايَقَ عَلَى هَذَا الْعَبْدِ الصَّالِحِ قَبْرُهُ حَتَّى فَرَّجَهُ اللهُ عَنْهُ "
Sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Pada suatu hari kami keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Sa’ad bin Mu’adz ketika meninggal dunia. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatinya, ia diletakkan di dalam kubur, dan kemudian diratakan dengan tanah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca tasbih, dan kami membaca tasbih dalam waktu yang lama. Baginda membaca takbir dan kami membaca takbir pula. Kemudian baginda ditanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau membaca tasbih, kemudian membaca takbir?” Baginda menjawab: “Sungguh kuburan hamba Allah yang shaleh ini benar-benar menghimpitnya, (maka aku membacanya) sehingga Allah melepaskannya dari himpitan itu.”
Hadits riwayat Ahmad dalam al-Musnad [14873, 15029], al-Hakim al-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul [325], al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [5346], dan al-Baihaqi dalam Itsbat ‘Adzab al-Qabr [113]. Hadits di atas shahih dan sanadnya bernilai hasan. Dalam riwayat lain disebutkan:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ، لَمَّا مَاتَ سَعْدٌ شَهِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَنَازَتَهُ فَجَلَسَ عَلىَ الْقَبْرِ فَقَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، سُبْحَانَ اللهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا الْعَبْدُ الصَّالِحُ لَقَدْ ضُيِّقَ عَلَيْهِ قَبْرُهُ حَتَّى خَشِيْتُ أَنْ لاَ يُوَسَّعَ عَلَيْهِ ثُمَّ وُسِّعَ عَلَيْهِ
“Sahabat Jabir berkata: “Ketika Sa’ad bin Mu’adz meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri jenazahnya, lalu duduk di atas kuburnya, lalu berkata: “Laa ilaaha illallaah, subhaanallaah”. Kemudian bersabda: “Hamba yang shaleh ini benar-benar telah dihimpit oleh kuburnya, sehingga aku khawatir tidak akan dilapangkan baginya. Tetapi kemudian dilapangkan baginya.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Hakim al-Tirmidzi dalam Nawadir al-Ushul, juz 1 hlm 238-239, terbitan Dar al-Minhaj, dengan sanad yang dha’if. Tetapi substansi dari hadits tersebut shahih dan populer.
Beberapa pesan dalam hadits tersebut:
1) Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca tasbih dan takbir bersama para sahabat dalam waktu yang lama ketika pemakaman sahabat Sa’ad bin Mu’adz, hingga akhirnya Allah melepaskan himpitan alam kubur kepada beliau. Dalam riwayat lain, membawa tahlil dan tasbih.
2) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat membacanya secara bersama-sama, atau secara berjamaah.
3) Dengan demikian, berarti bacaan tasbih dan takbir di atas kuburan seseorang dapat meringankan beban dan kesulitan yang dihadapinya di alam kubur. (Lihat, al-Imam al-Suyuthi, Syarh al-Shudur dan al-Imam al-Laqqani dalam al-Zahr al-Mantsur, hlm 234).
4) Hadits di atas diamalkan oleh kaum Muslimin dengan membaca Surah Yasin dan Tahlilan bersama ketika ziarah ke makam para wali, ulama dan keluarga. Meskipun bacaan dalam hadits di atas terbatas pada tasbih dan takbir, akan tetapi al-Qur’an dan bacaan-bacaan lainnya dapat dilakukan berdasarkan dalil qiyas yang shahih.
5) Hadits di atas menjadi dalil anjuran membaca bacaan dzikir di atas kuburan untuk meringankan beban orang yang mati di alam kubur. Dzikir tersebut seperti al-Qur’an, tasbih, takbir, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain.
Demikian status singkat yang kami tulis kemarin di akun facebook ini. Kemudian sebagian nitizen yang terpengaruh pemikiran Wahabi menyampaikan beberapa gugatan, antara lain:
“Hadits di atas menjelaskan bahwa bacaan yang dilakukan adalah tasbih dan takbir, dan waktunya sewaktu pemakaman saja. Karena itu, bacaan tasbih dan takbir tersebut dianjurkan dibaca sewaktu pemakaman saja”. Demikian gugatan tersebut.
Tanggapan kami, memang dalam hadits Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiyalaahu ‘anhu di atas, secara tekstual pembacaan tasbih dan takbir tersebut dilakukan pada saat pemakaman setelah sahabat Sa’ad bin Mu’adz dikebumikan dan diratakan dengan tanah. Akan tetapi, secara kontekstual pembacaan tasbih dan takbir tersebut tidak terbatas pada saat pemakaman saja, berdasarkan beberapa alasan:
Pertama, dalam teks hadits tersebut terjadi tanya jawab antara para sahabat dan baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut:
يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَ سَبَّحْتَ؟ ثُمَّ كَبَّرْتَ؟ قَالَ: " لَقَدْ تَضَايَقَ عَلَى هَذَا الْعَبْدِ الصَّالِحِ قَبْرُهُ حَتَّى فَرَّجَهُ اللهُ عَنْهُ "
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau membaca tasbih, kemudian membaca takbir?” Baginda menjawab: “Sungguh kuburan hamba Allah yang shaleh ini benar-benar menghimpitnya, (maka aku membacanya) sehingga Allah melepaskannya dari himpitan itu.”
Dalam tanya jawab di atas, para sahabat hanya menanyakan mengapa engkau membaca tasbih dan kemudian membaca takbir. Lalu baginda menjawab, bahwa bacaan tasbih dan takbir tersebut bermanfaat dalam melepaskan sahabat yang shaleh Sa’ad bin Mu’adz dari himpitan kuburan. Dalam pertanyaan dan jawaban di atas, hanya menanyakan hubungan antara bacaan tasbih dan takbir dengan manfaat melepaskan sahabat yang wafat dari himpitan kuburan, dan tanpa menghubungkannya dengan waktu pembacaan. Dengan demikian, berarti waktu pembacaan tersebut tidak berkaitan dengan manfaat dzikir yang dibaca dan berarti pula manfaat tersebut tidak terbatas ada saat pemakaman, akan tetapi bersifat umum.
Kedua, dalam ilmu fiqih, ibadah ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya, dibagi menjadi dua bagian.
1) ibadah yang waktunya bersifat mutlak dan dan tidak dibatasi dalam waktu tertentu. Seluruh usia hidup seseorang menjadi waktu bagi pelaksanaannya, baik ibadah tersebut berupa ibadah wajib seperti zakat dan kaffarah, maupun berupa ibadah sunnah seperti shalat sunnah mutlak.
2) ibadah yang waktunya tertentu karena agama telah menetapkan waktu tertentu bagi pelaksanaannya, sehingga tidak boleh dilakukan sebelum waktunya dan haram apabila dilakukan terlambat dari waktunya. Hal ini seperti waktu pelaksanaan shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Demikian sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab ushul fiqih.
Nah, berkaitan dengan bacaan tasbih, takbir, tahmid, tahlil, shalawat, istighfar dan bacaan al-Qur’an, termasuk ibadah yang waktunya bersifat mutlak dan dapat dilakukan kapan saja. Karena itu, pembatasan anjuran bacaan tasbih dan takbir pada saat pemakaman, tidak dapat dibenarkan. Apalagi sampai mengeluarkan vonis hukum, bahwa pelaksanaan setelah jauh hari dari pemakaman termasuk bid’ah. Jelas hal ini kesimpulan yang mengada-ada. Wallahu a’lam.
0 Response to "MANFAAT TAHLILAN BERSAMA BAGI ORANG MATI"
Post a Comment