Sekali lagi, Kyai Ishomuddin
Bagi yang tidak mengenal tradisi NU, maka jabatan Rais Syuriah yang disandang oleh Kyai Ishomuddin itu dianggap sama dengan jabatan-jabatan di organisasi-organisasi keagamaan lainnya. Tidak. Jabatan Rais di Syuriah ini adalah jabatan keulamaan dan keahlian. Untuk menjadi Syuriah membutuhkan kualifikasi-kualifikasi yang harus dipenuhi dan tidak mungkin orang yang tidak bisa berbahasa Arab dengan baik, tidak mendalami hasanah kitab kuning—di dalam kitab kuning ini adalah kitab tafsir, hadis, fiqih, usuhul fiqih, tasawuf dlsb—bisa diminta menjadi Syuriah. Syuriah adalah penjaga dan penggali hukum Islam di dalam lingkungan organisasi NU. Hal yang paling penting, sepanjang pengetahuan saya, jabatan ini tidak diminta.
Kyai Ishomuddin diangkat menjadi Syuriah, menurut cerita dia ke saya, adalah sejak zaman Raim Aam Syuriah dijabat oleh almaghfurlah Kyai Sahal Mahfudz. Kyai Sahal adalah kyai yang dikenal sangat disegani karena kealimannya yang mendalam, ibarat samudera tanpa dasar, karena hemat dan irit bicara, dan karena asketismenya. Beliau, kyai Sahal, sangat menjaga pergaulannya terutama dengan para politisi. Dia adalah tipe kyai yangpaling ideal sebagai Rais Syuriah setelah Rais Akbar Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan Kyai Wahab Chasbullah. Pada zaman Kyai Sahal inilah dia diajak untuk duduk menjadi Salah Rais Syuriah. Karenanya, jika ada orang yang meragukan kapasitas keilmuan kyai Ishomuddin, layaknya orang tersebut tidak memahami lembaga Syuriah di dalam NU.
Kyai Ishomuddin sudah terbiasa dengan memimpin rapat-rapat besar di dalam NU dari tingkat MUNAS sampai Muktamar. Dia adalah salah satu kunci sukses adanya perubahan sistem pemiliihan jabatan Rais Aam yang dulunya langsung dipilih oleh cabang-cabang menjadi dipilih oleh ahlul halli wa al-aqdi. Dalam Muktamar Jombang, kyai Ishomuddin juga memimpin siding besar dan saya teringat begitu riuhnya sidang pada saat itu karena kontroversi ide ahlul halli wal aqdi. Kubu almaghfurlah kyai Hasyim menolak konsep ini, sementara PBNU menganjurkan konsep ini. Akhirnya, muktamirin memutuskan pilihan jabatan Rais Aam melalui ahlul halli wal aqdi. Dalam sistem ini, muktamirin memilih 9 ulama kharismatis, dan merekalah yang rapat untuk menentukan siapa yang menjadi Rais Aam. Sidang itu, sebagaimana umum tahu, menghendaki Kyai Mustofa Bisri sebagai Rais Aam, namun beliau tidak tidak bersedia, lalu kyai Maimun Zubair, beliau juga bersedia, baru jatuh pilihan ke kyai Ma’ruf dan beliau menyatakan sedia. Sebagai Rais Syuriah kyai Ishom terlibat dalam proses-proses penting organisasi seperti ini.
Di lingkungan UIN Raden Intan Lampung, kyai Ishom juga sangat dihormati baik oleh Rektor maupun oleh Dekan Fakultas Syariah. Beberapa bulan lalu saya diundang ke UIN Raden Intan Lampung dan saya menyaksikan sendiri kyai ini memang mendapat tempat tersendiri di kalangan mereka. Meskipun pendidikannya baru S2, namun keahlian dalam bidangnya, lebih banyak diperolehnya dari dunai pesantren. Jika ada orang mengatakan keahliannya diragukan karena hanya berpendidikan S2, maka berapa ratus kyai yang harus diragukan keahliannya karena rata-rata mereka bahkan tidak pernah kuliah apalagi mendapat S2. Mereka mendapatkan keahlian di dunia pesantren dan kehebatan mereka tidak diragukan lagi. Saya mahu bertanya adakah lulusan S2 dalam negeri kita yang mengarang kitab dalam bahasa Arab? Yang adalah lulusan pesantren. Ini tidak bermaksud merendahkan mutu lulusan S2, namun soal keahlian dalam bidang agama, tidak melulu dihasilkan oleh pendidikan formal.
Demikian kurang lebihnya, wassalam.
Gus Syafiq Hasyim
0 Response to "Siapakah Kyai Ishomuddin (Gus Ishom)"
Post a Comment