Banyak orang menjadi hebat karena di belakangnya ada orang hebat. Pernyataan ini dibenarkan oleh khalayak. Hal ini mirip dengan pepatah Arab:
كَمْ مِنْ مَشْهُوْرٍ، بِبَرَكَةِ الْمَسْتُورْ
“Banyak orang yang tenar karena di belakangnya ada orang tersembunyi di belakangnya.”
KH Aziz Mansur, Paculgowang, Jombang pernah bercerita, Pesantren Lirboyo Kediri yang hebat seperti sekarang ini—dengan ribuan santri dan alumni serta ilmu yang tersebar di berbagai pelosok negeri ini—tak terlepas dari jasa dan peran seorang ibu.
Alkisah, pendiri Pesantren Lirboyo, KH Abdul Karim yang mempunyai nama kecil Manab ditinggal wafat ayahnya dalam usia 6 tahun. Lalu ibunya dinikahi orang lain yang mempunyai latar belakang keluarga biasa (bukan dari kalangan kiai) dan hidup dalam balutan kekurangan dalam sisi ekonomi.
Ibunda Manab yang bernama Salamah ini setiap hari membantu sang suami berdagang di pasar. Namun sayang, setiap kali ke pasar, acap kali ia melihat jarik bermotif batik tulis dengan harga selangit yang otomatis tidak terjangkau dalam kantong Ibu Salamah.
"Kapan ya aku bisa membeli jarik yang sedemikian bagusnya," kata Salamah dalam hati sembari mengelus-elus batik yang ia maksud.
Tiga tahun kemudian, dagangan yang ia jajakan laris sehingga Salamah mampu membeli batik yang sudah mengendap dalam angan-angannya selama ini.
Baru dipakai sekitar satu hingga dua bulan, saat berjalan menuju pasar, Salamah melewati satu rumah di mana terdengar suara tangisan dari dalam sana.
"Ada apa, Yu?" Tanyanya yang kemudian disahut sang pemilik rumah.
"Aku ini habis melahirkan, namun aku hanya memiliki satu helai pakaian saja. Andai pakaianku ini kupakaikan untuk anakku, aku pasti akan menjadi telanjang, namun jika tetap aku gunakan sendiri, anakku pasti akan kedinginan."
Mendengar aduan yang sedemikian menyayat hati, Salamah kemudian segera pulang. Jarik yang ia impikan tiga tahun silam dan baru dipakai sekitar satu bulan diambil, diberikan kepada wanita itu.
"Sudah, Yu, jarik yang masih bagus ini engkau gunakan, yang sudah lama punya kamu ini kau gunakan untuk popok anak kamu."
Sontak, wanita yang baru saja melahirkan menangis haru. Ia kemudian berdoa, "Semoga Allah memberikan kegembiraan kepadamu melalui perantara anak sebagaimana sekarang ini engkau membahagiakanku sebab aku bersedih karena urusan anak."
Akhirnya, karena hal-hal yang demikian itulah, di kemudian hari, muncul Pesantren Lirboyo atas segala nama kebesarannya.
Artinya, dalam kisah tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa:
1. Bersedekah yang bernilai sangat tinggi adalah menyedekahkan sesuatu yang menjadi kesayangan kita. Dalam kalam hikmah disebutkan:
ليس العطاء من الفضول سماحة حتى تجود وما لديك قليل
“Bukan dinamakan orang yang pemurah kalau ia memberikan sesuatu yang tidak ia butuhkan, kecuali kalau kamu memberikan apa yang kamu sukai dan tinggal sedikit saja yang ada di tanganmu.”
Dalam Al-Qur'an juga disebutkan:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيم
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran: 92)
2. Sayangilah anak kecil, tolonglah orang yang lemah, dan sedekahlah pada ahli ilmu. Pada pribadi mereka terdapat doa yang tulus yang tembus kepada Allah Ta'ala sehingga kita mendapatkan berkah manfaatnya. (Mundzir)
0 Response to "Kisah Keberkahan Sedekah Ibunda KH Abdul Karim Lirboyo"
Post a Comment